
“Jabon, merupakan salah satu
jenis pohon kayu yang menggiurkan”, kata Dr Titiek Setyawati, peneliti Pusat
Litbang Konservasi dan Rehabilitasi (Puskonser) saat memoderasi diskusi ilmiah
di Ruang Sudiarto, Kampus Badan Litbang Kehutanan pada Jum’at (22/02) di Bogor.
Berbicara dalam diskusi ilmiah
tersebut, Ir. Atok Subiakto, M.Sc, yang juga peneliti Puskonser, memaparkan
saat ini antusias masyarakat menanam jabon meningkat pesat. Hal ini karena
asumsi yang berkembang di masyarakat bahwa jabon mudah ditanam, dapat ditanam
dimana saja, tumbuh cepat dan harga kayu tingi. “Namun, apakah itu selalu
benar?,” kata Ir. Atok mengawali paparannya.
Aspek Kesesuaian Lahan
“Hal pertama yang harus
diperhatikan dalam penanaman jabon adalah kesesuaian lahan,” jelas Atok.
Keseuaian pada lahan mineral dapat diketahui dengan melakukan uji tanam pada
musim hujan. Apabila pertumbuhan tanaman jabon dalam waktu 3 bulan tidak
mencapai 1 meter, dapat dikatakan bahwa lahan tersebut tidak sesuai untuk
jabon.
Sedangkan jabon untuk lahan
gambut, Badan Litbang Kehutanan belum memberikan rekomendasi. Hasil penelitian
menunjukkan pertumbuhan jabon pada lahan gambut setelah umur 2 tahun
diindikasikan menurun. Selain itu, perawatan pada lahan gambut juga membutuhkan
biaya yang ekstra, karena perlu kanal untuk mengatur permukaan air.
Hal penting dalam menentukan
lahan tanam jabon adalah ketinggian tidak lebih dari 500 m dpl, curah hujan
diatas 2700 mm/thn dengan bulan kering < 3 bulan. Tekstur tanah ringan
sampai sedang (fraksi pasir dominan), lahan terbuka (cahaya penuh), dan lebih
menguntungkan bila ada aliran sungai disekitarnya.
Aspek Pembibitan
“Kedua, proses pembibitan. Pada
tahap penaburan sampai dengan siap tanam, merupakan tahapan yang paling
rentan,” lanjut Atok. Dalam tahap ini biasanya membutuhkan waktu sekitar 3
bulan. Banyak masalah atau kendala bahkan kegagalan untuk menghasilkan bibit
atau anakan yang bagus. Oleh karena itu,
pada tahap ini perlu ketelitian dan kesabaran.
Aspek Kelembaban serta Hama dan
Penyakit
“Ketiga, musim kering serta hama
penyakit,” katanya lagi. Tanaman jabon sangat sensitif terhadap tempat tumbuh
dan kekeringan. Tanaman ini membutuhkan kelembaban yang tinggi, namun tidak
pada lahan yang tergenang air. Selain
itu, pada musim kemarau, tanaman jabon sering mendapat serangan hama. Oleh
karena itu, pada musim ini perlu perawatan yang agak ekstra.
Aspek Ekonomi
Biaya penanaman jabon relatif
murah dibanding jenis pohon cepat tumbuh lainnya. Mulai dari penanaman sampai
perawatan tanaman umur 2 tahun hanya dibutuhkan biaya sekitar Rp 10 juta per
hektar. Biaya akan bertambah jika lahan yang digunakan adalah lahan sewaan.
Pohon jabon sudah mulai bisa
dipanen saat berumur >6 tahun. Dengan jumlah pohon per hektar 600 pohon,
diameter pohon dapat mencapai >30 cm dan volume kayu rata-rata per pohon
sebesar 0,38 m3. Apabila harga kayu jabon Rp. 600.000,-/m3, hasil yang dapat
diperoleh sebesar Rp 136 juta per hektar. Keuntungan yang diperoleh dengan
harga jual kayu tersebut tentunya sangat menggiurkan.
Namun demikian, soal harga belum
ada patokan khusus. “Harga kayu jabon yang pasti belum ada,” jelas Atok.
Perhitungan keuntungan di atas ini berdasarkan referensi dari Direktorat Bina
Usaha Kehutanan (BUK) Kementerian Kehutanan, dimana perusahaan (PT. Intraca,
Tarakan, Kaltim) sebagai pemanen dan masyarakat sebagai petani.
Pendekatan Usaha Kebun Kayu
Dalam menentukan jenis andalan
untuk kebun kayu, dapat dilakukan dua pendekatan, yakni naturalis dan
eksperimentalis. Pendekatan naturalisme adalah membandingkan antara kondisi
ekologi habitat jenis target dengan kondisi ekologi calon lokasi penanaman.
Kalau sesuai dapat tumbuh tapi
mungkin tidak optimal.
Sedangkan pendekatan
eksperimentalis adalah dengan menguji beberapa jenis target pada lahan yang
akan ditanam. Penentuan jenis didasarkan pada data pertumbuhannya. Jenis
terpilih dapat tumbuh secara optimal.
Kiat-kiat yang harus diterapkan
untuk keberhasilan penanaman berdasarkan penjelasan di atas adalah tapak yang
sesuai, jenis yang sesuai, waktu yang tepat, bibit yang sehat, pola dan
prosedur tanam yang tepat, kerapatan tegakan dan bila perlu dijarangi serta
pengendalian hama secara periodik.
Pada akhir paparannya, Atok
mengatakan bahwa jabon hanya merupakan salah satu alternatif pohon kayu cepat
tumbuh. Masih banyak jenis cepat tumbuh lainnya (umur panen 6-8 tahun) seperti
sengon, samama, duabanga, binuang, ampupu, nyawai, dan gempor. Namun demikian
harus hati-hati memilih jenis pohon yang bersifat invasif seperti dari genus
Acacia, terutama jika ditanam dalam jumlah besar pada lokasi yang berdekatan
dengan kawasan hutan konservasi.
Dalam diskusi yang dihadiri sekitar
70 orang peneliti, penyuluh dan widyaiswara lingkup Kementerian Kehutanan
tersebut juga dipaparkan materi Agroforestry Jabon: Potensi dan Kombinasi Jenis
oleh Dr. Murniati. Dalam paparan
tersebut dijelaskan bahwa tanaman jabon bisa ditanam dengan tanaman semusim,
dengan syarat ada kesesuaian antara kedua jenis tersebut. (THS)***
Sumber: http://www.forda-mof.org/index.php/berita/post/1249
No comments:
Post a Comment